Ini adalah kita pahit perjalanan seorang wanita yang mendapat percobaan bertubi-tubi.
CINTA TUHAN YANG TIDAK KENAL MENYERAH
Ada dua kejadian besar yang menggoncangkan hidup sekaligus menumbuhkan
kedekatan saya dengan Tuhan. Goncangan yang bisa meremukkan itu dengan luar
biasa bijaksana dipakai Tuhan sehingga membuat saya merasa seperti biji
kacang yang sekarang sedang berkecambah, mengeluarkan beberapa helai daun.
Batangnya masih sangat mudah dipatahkan, tetapi sedang bertumbuh. Ada hidup
baru di dalam hati saya setelah melewati masa-masa yang sangat sulit.
Yang pertama menemukan bahwa anak saya autistik. Kristov lahir dalam
keadaan yang normal dan menyenangkan. Dokter kandungan kami menawarkan
kepada suami saya untuk memotong sendiri tali plasenta anaknya. Kami jatuh
cinta pada bayi yang masih merah dengan darah itu. Semua keluarga,adik-adik
pemuda di gereja, teman-teman, apalagi saya dan suami saya sangat
menyukainya. Menjelang umur satu tahun saya merasa ada yang tidak beres
dengan Kristov. Dia jarang sekali melakukan kontak mata. Dia terus
bergerak. Kalau papanya pulang dari kantor dia seperti tidak menyadarinya.
Dia menepuk-nepuk apa saja. Membentur-benturkan kepala ke tembok dengan
wajah senang dan "mute" hampir tidak mengeluarkan ocehan. Setelah beberapa
kali konsultasi dengan beberapa dokter di Indonesia , umur 2 tahun kami
membawa Kristov ke Australia untuk mendapatkan diagnosa yang pasti dan
pertolongan. Classic Autism. Itulah diagnosa yang kami terima.
Saya dan suami saya menangis. Saya mulai membaca banyak-banyak di internet
(waktu itu informasi tentang autisme di Indonesia masih sangat terbatas).
Makin banyak membaca, makin mengerti dan makin takut serta kuatir. Kami
mulai melakukan terapi intensif untuk Kristov. Banyak kerja keras yang
harus dilakukan. Kristov mengalami gangguan tidur yang sangat berat
sehingga rata-rata dia hanya tidur 3-4 jam dalam sehari, juga dia sangat
hiperaktif. Banyak mengamuk, sangat suka makan tetapi hanya mau makanan
tertentu dan sangat tidak suka makan nasi dan sayur. Kami sangat lelah baik
fisik maupun emosi tetapi saya selalu menguatkan diri dengan berkata "Nggak
apa-apa Tuhan, saya diberi suami yang sangat baik". Kami berpacaran hampir
9 tahun sebelum menikah, melalui banyak kesulitan dan suami saya sangat
baik dan sayang kepada saya dan kristov. Berdua, saya yakin kami akan
dimampukan untuk membesarkan dan menemani Kristov mengatasi
ketidakmampuannya untuk memahami dunia di sekitarnya.
Waktu Kristov berumur 3 tahun, saya hamil anak kami yang ke dua. Saya
berdoa kehamilan yang dirancanakan ini akan mendatangkan kesegaran baru
bagi keluarga kecil kami.
Tanpa saya duga sebelumnya, pukulan kedua dalam hidup saya datang.
Suami saya mengaku punya affair dengan wanita lain. Saya tidak percaya. Ini
tidak mungkin terjadi. Dia suami yang sangat baik dan penyayang. Waktu itu
Bunga baru berumur mendekati 5 bulan.
Hati saya sangat hancur dan kesakitan. Pendeta kami datang membantu. Saya
berdoa, sakit hati, ingin mengamuk dan menangis setiap hari berusaha
mengatasi rasa sakit dan pahit dihati saya dan dalam semua kelelahan itu
berusaha membangun tekad yang kuat untuk membangun kembali apa yang telah
rusak.
Di tengah semua kekacauan saya, saya mempunyai satu pikiran yang jelas
bahwa jika kasih yang dulu kami punya itu tetap ada maka kami pasti bisa
mengatasi semuanya. Tidak ada yang rusak yang tidak bisa dibangun dan ada
anak-anak yang harus dibesarkan. Pasti sulit sekali, tapi pasti bisa.
Akhir November suami saya meminta saya dan anak-anak untuk berangkat ke
Amerika demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dari keluarga wanita
lain tersebut dan supaya nanti kami bisa membangun keluarga kami kembali di
tempat yang baru. Saya bicara dengan pendeta saya. Saya sangat ingin tidak
terjadi apa-apa dengan suami yang saya kasihi. Saya bersedia kalau itu
yang dia pikir terbaik untuk kami. Kepada teman-teman dekat dan teman-teman
di gereja kami memberitahu bahwa kami pindah untuk pengobatan Kristov.
Saya berpikir itu cara terbaik untuk tidak membuat suami saya malu
dikemudian hari. Hanya pendeta, keluarga dan teman-teman yang sangat dekat
yang tahu alasan kepindahan kami yang sebenarnya.
Saya masih ingat dengan jelas, tanggal 8 desember 2000 saya dikelilingi
keluarga suami saya. Papa mertua, mama mertua, koko, cie-cie, popo (nenek)
dan ponakan-ponakan. Di ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta koko berdoa
untuk penerbangan kami sekeluarga ke Amerika. Suami saya dengan sangat
baik menemani kami di sepanjang penerbangan yang panjang itu, sampai kami
mendarat di tengah sergapan udara dingin musim winter di Chicago.
Suami saya menemani saya satu minggu di Amerika dan menitipkan saya dan
anak-anak pada kakak ipar saya dan gereja di tempat itu. Dia berjanji
kepada saya dan kami semua bahwa dalam tiga bulan jika masalahnya dan
urusan pekerjaannya sudah selesai dia akan datang.
Tiga bulan saya mengurus anak-anak sendirian di negeri yang baru saya
kenal. Kakak saya tinggal di sebuah tanah pertanian yang sangat indah di
pedalaman Illinois dan gereja dan orang-orangnya sangat baik.
Merekalah yang terus memberi semangat kepada saya tiap kali saya merasa
tidak mampu bertahan dan cemas. Hampir tiap dua hari sekali suami saya
menelepon dari Indonesia menanyakan keadaan saya dan anak-anak.
Akhir Februari, tiba-tiba pendeta saya menelepon meminta saya dan anak-anak
pulang karena ada undangan pernikahan suami saya. Kami tidak bercerai jadi
masih ada harapan untuk bisa membatalkan rencana pernikahan itu. Saya
sangat terkejut dan sangat tidak percaya. Tetapi itu terjadi.
Dalam penerbangan dari Los Angeles ke Taiwan saya berkata dalam hati "I am
finished with God". Saya tidak mau lagi berurusan dengan Tuhan. Selama ini
saya berdoa dan berdoa dan berdoa tetapi Tuhan tidak mendengar. Saya merasa
sangat bodoh, putus asa, tidak berharga dan saya melemparkan semua
kesalahan pada Tuhan saya. Saya sungguh naïf.
Pendeknya, setelah sampai di Jakarta kami menemukan bahwa suami saya telah
membuat surat cerai untuk saya. Dia menikah lagi awal Maret. Beberapa orang
di gereja saya menawarkan pengacara kalau saya ingin menuntut. Saya sedang
sangat terpukul dan merasa sangat lelah dan tidak bisa berpikir. Saya
tidak ingin menuntut. Kalau menurut suami saya, saya tidak cukup baik
sebagai isteri ya sudah. Menuntut hanya akan membuat kesedihan saya semakin
panjang, lalu siapa yang akan mengurus anak-anak, dan apa yang akan
dihasilkan? Selain kepahitan dan pertengkaran?
Waktu ditinggal papanya, Kristov berumur hampir 5 tahun. Belum bisa bicara,
sangat hiperaktif, tidak bisa tidur, kulitnya rusak karena dia sangat
alergi terhadap banyak hal. Bunga berumur hampir 10 bulan.
Selama satu tahun berikutnya saya menjalani hidup yang sangat berat.
Rasanya tidak sadar bahwa saya ini hidup. Hanya anak-anak yang menjadi
alasan saya untuk hidup. Jika alam berlalu dan Kristov sempat tidur, saya
sering duduk dilantai bersandar ke tembok dan bicara sendiri pasti besok
saya mati; kalau tidak mati pasti gila.
Tapi cinta Tuhan itu sabar, diwaktu saya menyatakan bahwa saya tidak mau
lagi berurusan dengan Tuhan, malahan Tuhan mengurus saya dengan sangat
baik. Dia mengirimkan banyak sekali teman bermunculan. Bahkan orang-orang
yang tidak saya kenal dengan baik, mendoakan atau mengirimkan doanya.
Mengirimkan buku-buku, meminjamkan kaset-kaset kotbah, mengirimkan sms,
email-email. Semuanya menopang langkah saya yang sudah hampir tidak kuat
menapak selangkah saja lagi.
Tapi cinta Tuhan itu Kuat. Diwaktu saya berusaha menghindari kasihNya, hati
saya dibuat tidak mau diam, dan sangat aneh setiap malam dan pagi sambil
menangis saya membuka website heartlight.org dan odb.org untuk mencari
renungan-renungan, lagu-lagu, meloading paperquote, membaca diskusi
orang-orang dari berbagai negara tentang Tuhan. Aneh, tidak mau berurusan
dengan Tuhan tetapi terus mencari tentang Tuhan. Saya sungguh merasa itu
pelayanan Roh Kudus untuk saya.
Tapi cinta Tuhan itu Tangguh dan Tidak Menyerah. Tuhan tidak menyerah
menghadapi kekerasan hati saya. Tuhan juga tidak menyerah menghadapi emosi
saya yang jatuh- bangun. Bahkan Tuhan tidak menyerah waktu saya berada
dipuncak putus-asa, tersiksa oleh rasa sakit, kelelahan, rasa tidak
berharga dan cemburu yang sangat besar sehingga saya ingin mati saja.
Saya kehilangan suami, kehilangan rumah, kehilangan keluarga suami saya
yang selama ini telah menjadi seperti orang tua dan kakak serta adik saya
sendiri. Saya merasa sangat disakiti. Sangat ditinggalkan. Saya juga sangat
bingung menghadapi kecurigaan tetangga. Pertanyaan teman-teman yang baru
tahu. Membesarkan seorang anak autistik-hyperactive-non verbal seorang diri
dan seorang bayi belum satu tahun, sangat melelahkan saya. Saya ingin
melepaskan diri dari semua kesakitan yang saya rasakan.
Tapi Cinta Tuhan itu Tangguh dan Tidak kekurangan Akal.
Pada titik di mana saya sudah sangat tidak kuat, di mata dan hati saya
melintas Yohanes 10. Gembala yang Baik. Ada bagian ayat yang bicara dengan
sangat nyata "dan domba itu mengenal suara gembala, dan suara orang asing
tidak akan mereka ikuti". "Akhiri saja hidupmu" pasti bukan suara Gembala
saya. Gembala saya itu ajaib dalam Keputusan dan agung dalam
kebijaksanaan-Nya. DIA ahli membalikkan segala sesuatu. Buluh yang
patah-terkulai tidak akan dipatahkannya dan sumbu yang pudar nyalanya tidak
akan dipadamkannya.
Dari titik ini, saya menetapkan hati akan memilih untuk mengikuti suara
Tuhan bukan suara orang asing dan untuk hidup membuktikan bahwa kasih Tuhan
itu cukup untuk menopang hidup saya dan anak-anak. Sampai sekarang saya
belum punya rumah untuk diwariskan pada anak saya nanti tapi saya membangun
tekad yang semakin besar untuk mewariskan kepada anak-anak saya kebenaran
bahwa Tuhan itu Baik. CintaNya besar, tangguh dan kuat dan tidak mudah
menyerah.
Saya juga kembali mengingat square watermelon, salah satu artikel yang
menuliskan keinginan orang di Jepang untuk membuat semangka berbentuk
kotak. Itu bisa dilakukan dengan memasukkan melon ke kotak kaca yang kuat
yang berbentuk persegi.
Dari kecil nenek saya di kampung sangat suka menceritakan nabi-nabi dan
Tuhan Yesus. Dari kecil sampai kuliah saya hidup di persekutuan dan gereja.
Besar, saya pernah bergabung dengan LAI,membantu menerjemahkan Handbook
untuk Penerjemahan Alkitab.
Tetapi kesedihan dan pukulan-pukulan hidup ini bisa membuat saya menyatakan
tidak mau berurusan dengan Tuhan.
Suami saya. Sejak remaja aktif di persekutuan Remaja. Menjadi Ketua
Pemuda. Koordinator Persekutuan Kampus. Majelis Gereja. Tetapi saat ini
saya tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Dia menikah lagi dan menganut
agama istrinya.
Saya sungguh berdoa agar lembaga seperti Gereja dan Persekutuan menyadari
dan sungguh mendoakan para aktivitisnya untuk hidup bergaul dengan Tuhan
secara pribadi. Dunia ini bisa menarik kita sangat kuat jika kita tidak
terus menengok tangan yang pernah dipaku demi kita. Membentuk kita, seperti
kotak kaca itu membentuk semangka seperti yang diinginkan orang di Jepang.
Sekarang hampir tiga tahun, pengalaman pedih dan pahit itu terjadi. Jika
saya merenung dan melihat ke belakang, kadang air mata saya masih mengalir.
Tetapi hati saya yang masih retak-retak menaikkan ucapan syukur, untuk:
1. Mengalami dan merasakan cinta Tuhan yang besar, kuat dan tidakmudah
menyerah Cinta yang mengatasi semua pemberontakan saya dan perlawanan saya.
2. Teman-teman yang mengasihi saya dengan sabar,mendengarkan waktu saya
marah-marah, memeluk waktu saya ketakutan, mengirimkan email waktu saya
tidak mau bicara, mengirimkan sms waktu saya merasa tidak bisa bergerak
maju. Mendoakan. Dikasihi orang pada waktu kita baik dan manis itu hal
biasa. Tetapi waktu kita sangat tidak seimbang, menjengkelkan dan sulit
dipahami lalu ada orang-orang yang mengasihimu itu sungguh mengharukan dan
sungguh berharga. Teman-teman seperti itu saya hitung sebagai anugerah yang
hanya bisa dating dari Tuhan saja. Bapa yang tahu memberi yang baik kepada
anak-Nya.
3. Saya belajar bahwa seringkali Dia dekat tapi kita tidak melihat
tangan-Nya. Saya juga belajar tentang pelayanan Roh Kudus. Roh Kudus
menghibur waktu hati kita sangat menderita dan tidak ada ucapan dan
penghiburan teman yang "mempan" atau mampu masuk ke dalam hatimu.
Roh Kudus menolong kita mengampuni, melepaskan kita dari kepahitan,
memberkati dan mendoakan orang yang melukai kita. Roh Kudus memahamimu
waktu semua orang rasanya tidak bisa paham dirimu. Roh Kudus bahkan
menemanimu pada waktu semua teman sedang sibuk dengan urusan mereka
masing-masing yang juga sangat banyak.
Saya belajar bahwa jika saya sangat takut dan cemas akan sesuatu Roh Kudus
menguatkan saya dengan suara yang lembut dan sabar menunggu saya tenang
dari ketakutan. Dia bilang "jangan takut".
Ada beberapa "ketakutan" yang sampai sekarang belum berani saya masuki dan
coba mengatasinya. Tetapi saya tahu Tuhan menunggu saya menyerahkan diri
untuk berani melewatinya bersama Tuhan.
4. Saya bersyukur untuk kelompok LKKK. Bagi saya kelompok ini mewadahi
"orang-orang yang sedang rusak". Orang-orang yang tersisih. Orang-orang
"pinggiran". Menerima orang pada waktu mereka masih jelek. Mengasihi mereka
pada waktu mereka berantakan. Orang - orang dengan masalah yang tidak
kunjung selesai.
Hati saya sungguh berdoa kelompok ini terus dibangun di atas dasar kasih
dan pengenalan akan Tuhan. Hanya kasih Tuhan yang tidak tergoyahkan yang
bisa memulihkan kehancuran hati dan hidup kita. Di dalam kelompok kita ini
banyak orang yang hancur hati, dan tidak tahu hidupnya akan dibawa ke mana.
Semoga tulisan ini memberi semangat kepada teman-teman untuk menemukan
Tuhan secara pribadi. Percayalah, cinta-Nya sungguh kuat dan tidak akan
menyerah menghadapi semua pemberontakan, kekurangan dan keterbatasan serta
kelemahan kita. Mari arahkan hati kita kepadaNya. Jangan tunggu lama-lama.
Tuhan sungguh baik. Akhirnya "Saya merasa seperti benih kacang yang baru
tumbuh". Doakan agar kacang itu daunnya semakin banyak. Tolong doakan agar
batangnya tidak lagi mudah patah melainkan semakin kuat. Dan doakan suatu
hari akan berbuah lebat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar